Jumat, 25 Juni 2010

B. Biografi Singkat Ibnu Rusyd
Diantara para filosof Islam, Ibnu Rusyd adalah salah seorang yang paling dikenal dunia Barat dan Timur. Nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Ahmad Ibnu Rusyd, lahir di Cordova, Andalus pada tahun 520 H/ 1126 M. ia berasal dari keluarga besar dari yang terkenal diSepanyol. Ayahnya adalah seorang hakim.
Pada mulanya Ibnu Rusyd mendapat kedudukan yang baik dari khalifah Abu Yusuf Al-Mansur (masa kekuasaannya 1184-1194 M) sehingga pada masa Ibnu Rusyd menjadi raja semua pikiran, tidak ada pendapat kecuali pendapatnya, dan tidak ada kata-kata kecuali kata-katanya.
Pada tahun 1195 keadaan berubah akibat pengaruh politik. Sultan Abu Yusuf memerlukan dukungan ulama dan fuqaha untuk menghadapi peperangan melawan kaum Kristen. Karena itu, Sultan menangkap dan mengasingkan Ibn Rusyd kesuatu tempat yang bernama Lucena. Yang terletak sekitar 50 km diarah tenggara Cordova. Guna mendapatkan simpati dan bantuan dari para ulama dan fuqaha dalam peperangan tersebut. Persaingan itu sendiri dilakukan bedasarkan tuduhan sebagian ulama dan fuqaha bahwa Ibn Rusyd adalah seorang zindik dan kafir, semua bukunya dibakar, terutama buku-buku filsafat, kecuali buku-buku kedokteran, astronomi dan matematika.
Atas jasa baik pemuka kota Saville yang menghadap khalifah untuk membujuknya membebaskan Ibn Rusyd, akhirnya ia dibebaskan. Kemudian ia kembali ke Maraques, maroko , tetapi tidak lama sesudah itu ia wafat di kota ini pada tanggal 9 safar 595 H ( 10 Desember 1198 M ) setelah tiga bulan berlalu, jenazah dipindahkan ke Cordofa untuk dikebumikan di perkuburan keluarganya. Konon, waktu pemindahan jenazahnya diangkut dua ekor keledai, seekor keledai membawa jenazahnya dan seekor lagi memebawa tumpukan kitab-kitab karyanya.

C. Karya-karya Ibnu Rusyd
Diantara karya-karya Ibnu Rusyd dalam soal Filsafat ialah:
a. Tahafutul-tahafut
b. Risalah fi ta’alluqi ‘ilmillah ‘an ‘Adami ta’alluqihi bil-juziyat
c. Tafsiru ma ba’dath-Thabiat
d. Fashul-maqal fi bainal-hikmah wasy-syariah Minal Ittishal
e. Al-Kasyfu ‘an Manajihil ’Adilah fi ‘Aqaidi Ahlil Millah
f. Naqdu Nadhariyat Ibni Sina ‘anil-Mumkin lizatihi wal’Mumkin lighoirihi
g. Risalah fil-Wujudil-Azali wal-wujudil-Muaqqat
h. Risalah fil-Aqli wal-Ma’quili





D. Pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd
Yang paling terpenting diantara prolem-problem filsafat ibnu Rusyd yang sangat menarik perhatian umum ialah:
1. Metafisika

Dalam masalah ini bahwa Allah adalah penggerak pertama (muharrik al-awwal) sifat positif yang dapat diberikan kepada Allah ialah”Akal”, dan Maqqul”. Wujud Allah ialah Esa-Nya. Wujud dan ke-Esa-an tidak berbeda dari zat-Nya.
Konsep Ibnu Rusyd tentang ketuhanan jelas sekali merupakan pengaruh Aristoteles, Potinus, Al-farabi, dan Ibnu Sina, disamping keyakinan agama islam yang dipeluknya. Mentifasi tuhan “Esa” merupakan ajaran Islam, tetapi menamakan tuhan sebagai penggerak pertama, tidak pernah dijumpai dalam pemahaman islam sebelumnya, hanya dijumpai dalam filsafat Aristoteles, Potinus, Al-farabi, dan Ibnu Sina.
Ibnu Rusyd sangat menyetujui pendapat Aristoteles yang didasarkan atas satu argument sebagai berikut: yang menggerakan itu, ya’ni tuhan al-Muharrik, merupakan akal yang murni, bahkan akal yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu pengetahuan dari akal yang tertinggi itu harus merupakan pengetahuan yang tertinggi pula agar ada penyesuaian antara yang diketahui dan yang mengetahui. Dan karena itu pula tidak mungkin tuhan mengetahui selain zat-Nya sendiri. Sebab tidak ada zat lain yang sama luhurnya dengan zat Tuhan.

2. Amal Perbuatan

Soal lain dari Ibnu Rusyd yang paling menarik perhatian orang ialah: Bagaimanakah terjadinya alam maujudat ini dan amal perbuatanya?
Bagi golongan agama jawaban sudah jelas. Mereka mengatakan bahwa semua itu adalah ciptaan Tuhan. Semua benda atau peristiwa, baik besar maupun kecil, tuhanlah yang menciptakan dan memeliharanya, setiap saat tak pernah lupa dan tak pernah lalai.
Diantara ahli filsafat ada yang berpendapat bahwa materi itu abadi (kekal). Ia terdiri dari macam-macam jauhar. Tiap-tiap jauhar menggandakan jauhar yang baru. Materi itu terjadi bukan dri tidak ada (adam), melainkan dari keadaan yang potensial.
Aristoteles berpendapat bahwa jauhar (subtansi ) pertama dari materi itu menyebabkan adanya jauhar yang kedua tanpa berhajad bantuan zat lain diluar dirinya. Ini berarti sebab akibat penciptaan dan amal materi itu sendiri.
Ibnu rusyd menerima pendapat Aristoteles ini dengan menjelaskan pula argumennya sebagai berikut: Seandainya tuhan menjadikan dan pristiwa yang ada ini, maka akibat ide tentang sebab dan akibat itu akan tidak ada artinya lagi. Padahal, seperti yang kita lihat sehari-hari, apapun yang terjadi dialam ini senan tiasa diliputi oleh hukum sebab dan akibat, misalnya api yang menyebabkan terbakar, dan air yang menyebabkan basah.

3. Keazalian Alam

Ibnu Rusyd mengemukakan bahwa alam ini azali, tanpa permulaan. Dengan demikian berarti bahwa bagi Ibnu Rusyd ada dua hal yang azali, yaitu Tuhan dan alam kita ini. Hanya saja bagi Ibnu Rusyd keazalian tuhan itu berbeda dari keazalian alam, sebab keazalian Tuhan lebih Utama dari keazalian alam. Untuk membela pendapatnya ia mengeluarkan argumen sebagai berikut: seandainya alam ini tidak azali, ada permulaannya, maka ia hadis ( baru ), mesti ada yang menciptakannya , dan yang menjadikannya itu harus ada pula yang menjadikannya lagi. Demikian berturut-turut tak ada habisnya. Padahal keadaan berantai demikian dengan tiada keputusan itu akan merupakan hal yang tidak dapat diterima akal pikiran. Jadi mustahil alam itu hadis.
Oleh karena itu antara tuhan dan alam ini ada hubungan meskipun tidak sampai soal-soal rincian. Padahal tuhan azali dan Tuhan yang azali itu tidak akan berhubungan kecuali dengan yang azali pula, maka seharusnya alam ini azali meskipun keazaliannya itu kurang utama dari pada keazalian Tuhan.

4. Gerakan yang Azali

Dalam soal teori gerakan ini Ibnu Rusyd umumnya dapat menyetujui pendapat Aristoteles.
Gerakan adalah suatu akibat karena setiap gerakan mempunyai sebab yang mendahuluinya. Begitulah seterusnya, tidak mungkin berhenti. Oleh karena itu, kewajiban kita menganggap bahwa sebab yang paling dahulu sebab yang paling pertama adalah suatu yang tiada bergerak. Gerakan itu dianggap tiada berawal dan tiada berakhir, azali dan abadi, dan sebab pertama (prima causa) atau penggerak pertama itulah di sebut Tuhan.
Selanjutnya Ibnu Rusyd juga mengatakan bahwa meskipun tuhan adalah sebab penggerak pertama. Dia hanyalah menciptakan gerakan pada akal yang pertama saja, sedangkan gerakan-gerakan selanjudnya (peristiwa-pristiwa di dunia ini) disebabkan oleh akal-akal selanjutnya. Dengan demikian, menurut Ibnu Rusyd, tidaklah dapat dikatakannya pimpinan langsung dari Tuhan terhadap pristiwa-peristiwa didunia.


5. Akal yang Universal

Menurut Ibnu Rusyd akal itu (seperti yang di maksud oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina) adalah satu dan universal. Maksudnya bukan saja ”akal yang aktif” adalah esa dan universal tetapi juga “ akal kemungkinan’, yakni akal reseptif, adalah esa dan universal, sama dan satu bagi semua orang.
Hal ini berarti bahwa segala akal dianggap monopsikisme. Menurut Ibnu Rusyd “akal kemungkinan” barulah merupakan individu tertentu atau ditakhsiskan tatkala dia berhubungan dengan suatu bentuk materi atau tubuh orang perseorangan. Dan ini berarti bahwa bila seseorang meninggal dunia, maka akal kemungkinan ( atau akal reseptif ) itu sudah tidak ada lagi dengan kata lain, akal kepunyaan orang perseorangan tidak mempunyai keabadian, tetapi yang kekal dan abadi itu ialah akal universal, yakni asal sumber dan tempat kembalinya akal kemungkinan manusia individual.

E. Pertentangan antara Al-Gozali dan Ibnu Rusyd

Melalui buku Tahafut al-Falsafah (kekacauan pemikiran pala filusuf). Al-Gazali melancarkan kritik keras terhadap para filusuf dalam 20 masalah. Tiga dari masalah tersebut menurut Al-Gozali, dapat menyebabkan kekafiran. Permasalahan maksudnya adalah : Pertama, qidamnya alam. Kedua, Tuhan tidak mengetahui princian yang terjadi dialam. Ketiga, tidak ada pembangkitan jasmani.
Sehubungan serangan dan pengkafiran Al-Gozali itu, Ibnu Rusyd tampil memebela para filsuf dari serangan pengkafiran. Dalam rangka pembelaan itulah ia menulis buku Tahafut al-tahafut (kekacauan dalam kekacauan ), menunjukan secara tegas bahwa Al-Gozali-lah yang sebenarnya yang dalam kekacauan pikiran. Bukan filsuf. Berikut ini adalah penjelasan Ibnu Rusyd terhadap Al-Gozali dalam tiga masalah tersebut.
1. Qadimnya alam
Tentang qadimnya alam atau dalam bahasa filsafat azalinya alam, menurut Ibnu Rusyd itu hanya perselisihan mengenai penamaan saja. Sebab kita bersepakat tentang adanya tiga wujud yaitu; pertama, wujud yang terjadi dari sesuatu selain dirinya, dan oleh sesuatu yang lain serta dari sesuatu bahan tertentu dan wujud ini didahului oleh waktu. Inilah wujud benda-benda seperti air, tanah dst. Kedua, lawannya adalah wujud yang adanya tidak berasal dari, maupun disebabkan oleh sesuatu yang lain serta tidak pula didahului oleh waktu. Inilah wujud al-Qadim. Baik yang pertama dan kedua tidak ada perbedaan antara umat, perbedaan itu pada wujud ketiga yaitu, wujud yang tidak terjadi berasal dari sesuatu serta tidak pula didahului oleh waktu, tetapi terwujud oleh sesuatu, yakni oleh ¬al-Qadim. Inilah alam keseluruhan, perselisihan disini berkenaan dengan waktu yang lalu dan wujud yang lalu. Plato berpendapat waktu dan wujud yang lalu adalah terbatas. Aristoteles sebaliknya berpendapat bahwa waktu dan wujud yang lalu tidak terbatas, sama halnya dengan waktu dan wujud mendatang. Wujud ini memiliki segi persamaan dengan wujud muhdats dan wujud al-Qadim. Maka mereka yang terkesan dengan persamaan wujud qadim akan menamakannya qadim pula, begitu pun mereka yang terkesan dengan wujud muhdats akan menamakan muhdats pula.
Makna-makna diatas menurut Ibnu Rusyd tidak bertentangan dengan al-Quran, sebab tidak ada perselisihan dalam menempatkan bahwa Allah adalah pencipta alam keseluruhan ini. Jadi menurut filsuf, qadimnya alam tidak sama dengan qadimnya Allah, tetapi yang mereka maksudkan adalah yang ada berubah menjadi ada dalam bentuk lain. Karena penciptaan dari tiada (al-‘adam), adalah mustahil dan tidak mungkin terjadi. Dari tidak ada tidak bisa terjadi sesutau, oleh karena itu materi asal alam ini mesti kadim. Memperkuat pandangan ini, Ibnu Rusyd mengutip penjelasan al-Quran, surat Hud ayat 7, yang makna lahiriah ayat mengatakan bahwa terdapat wujud sebelum wujud ini, yaitu singgasana dan air. Begitu pula dikaitkan dengan bentuk wujud ini yang berupa bilangan gerak falak (Ibrahim: 48). Maka disini Ibnu Rusyd membuktikan paham qadim-nya alam tidak bertentangan dengan ajaran al-Quran. Dalam hal ini kaum teolog yang menyatakan alam diciptakan Tuhan dari tiada, justeru tidak mempunyai dasar pijakan dalam ajaran al-Quran.
2. Gambaran kebangkitan di akhirat
Menurut Ibnu Rusyd, filsuf mengakui tentang adanya kebangkitan di akhirat, tetapi mereka berbeda interpretasi mengenai bentuknya. Ada yang mengatakan bahwa yang akan dibangkitkan hanya rohani saja dan ada yang mengatakan jasmani dan rohani. Namun yang pasti, kehidupan di akhirat tidak sama dengan kehidupan didunia ini. Jadi para filsuf tidak berpendapat seperti yang dituduhkan Al-Ghazali bahwa filsuf hanya berpaham bahwa kebangkitan hanya bersifat rohani.
Sebaliknya, menurut Ibnu Rusyd justeru Al-Ghazali sendiri tidak konsisten, dalam tahafuth al-falasifah dikatakan bahwa tidak ada ulama yang berpendapat bahwa kebangkitan di akhirat hanya bersifat rohani semata. Akan tetapi dalam bukunya yang lain, Al-Ghazali mengatakan bahwa kaum sufi berpendapat yang akan terjadi di akhirat adalah kebangkitan rohani.
3. Pengetahuan Tuhan
Menurut Ibnu Rusyd, para filsuf tidak mempersoalkan apakah Tuhan mengetahui hal-hal yang bersifat juz’I yang terdapat dialam semesta ini atau tidak mengetahuinya. Persoalannya adalah bagaimana Tuhan mengetahui yang juz’a tersebut. Cara Tuhan berbeda mengetahu yang juz’iyat dengan cara manusia mengetahuinya, pengetahuan manusia kepada juz’iyat merupakan efek dari objek yang telah diketahui, yang tercipta bersamaan dengan terciptanya objek tersebut serta berubah bersama perubahannya. Sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan kebalikannya, pengetahuan-Nya merupakan sebab bagi obyek yang diketahui-Nya. Artinya, karena pengetahuan Tuhan bersifat qadim yakni semenjak azali Tuhan mengetahui yang juz’I tersebut, bahkan sejak sebelum yang juz’I berwujud seperti wujud saat ini.
Lebih dari itu, sebenarnya bukan hanya yang juz’i, tetapi juga yang kulliyat Tuhan tidak mengetahuinya seperti pengetahuan manusia. Kulliyat adalah juga efek dari sifat wujud ini, sedangkan pengetahuan Tuhan adalah kebalikan dari itu. Maka secara burhani, ilmu Tuhan sesungguhnya mengatasi kualifikasi yang kulliyat dan juz’iyat tersebut, sebab Tuhan yang mengadakannya.
DAFTAR PUSTAKA



Nasution, Hasimsyah, Filsafat Islam, Filsafat Islam, Jakarta: PT. Gaya Media Peratama. 1999

Rosali. A, Amahdi. A. Poweratna, Seluk Beluk Filsafat Islam. Bandung: PT Remaja Rosda karya. 1988

Tidak ada komentar:

Posting Komentar